Kamis, 08 September 2016

Laporan Pratikum biologi laut



LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI LAUT


Disusun oleh :
Nama                          : Rizky Suryaman Simbolon
NPM                           : E1I015024
Kelas/Kelompok        : A/2
Dosen Pengampu      :Dewi Purnama S.Pi, M.Si
  Person Pesona S.Kel, M.Si
Co.Asisten                  :1. Heti Lesmiana
2. Worken Malau
            3. Dodi Andika
4. Lengga Marta Sari
5. Sebrina Sihite


PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016


KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunian-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan Biologi Laut mengenai Ekosistem Mangrove dan Padang Lamun dapat terlaksana dengan baik. Tak lupa penyusun mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak berperan penting dalam membantu penyusunan laporan ini, yaitu kepada bapak dan ibu sebagai dosen pembimbing yang banyak memberikan semangat dan masukan baik dalam toeri maupun pelaksanaannya.
Dalam penyusunan laporan lengkap peyusun meyadari bahwa laporan ini sangat jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, oleh karena itu peyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga dapat dijadikan pedoman agar memperbaiki penyusunan laporan selanjutnya.



















DAFTAR ISI
Halaman Judul…………………………….....……………….................................i
Kata Pengantar ……………………………………………………............……... ii
Daftar Isi ……………………………………………………………............…....iii
BAB I Pendahuluan …………………………………………………………….....1
1.1  Latar Belakang ………...…………………………………………....….. 1
1.2  Rumusan Masalah ………………………………............……………… 1
1.3  Tujuan Penulisan  ……………………….………...........………………..1
1.4  Manfaat Penulisan  ……………………………….…...…………………2
BAB II   Tinjauan Pustaka .………………………………..……….……………. 3
            2.1 Mangrove……………..……………..………..……...……………… 3
                        2.1.1………………………………………………………. ……….
                        2.1.2…………………………………………………………………
                        2.1.3…………………………………………………………………
                        2.1.4…………………………………………………………………
            2.2 Lamun ….……...……………………………………..………............ 3
                        2.2.1…………………………………………………………………
                        2.2.2…………………………………………………………………
                        2.2.3…………………………………………………………………
                        2.2.4…………………………………………………………………
BAB III Metedologi……………………………………………………………….3
                        3.1.1………………………………………………………………..3
                        3.2.1………………………………………………………………..3
Bab IV Hasil dan Pembahasan…………...…………………………….……...…..4
                        4.1  Kondisi Fisik  Pantai Ponjok Ba.……………..………..……..4
                        4.2  Identifikasi ……………………………………………………5
BAB V Penutup.……….……………............…………………………………… 6
                        5.1 Simpulan ……………....……..............……………………… 6
                        Daftar Pustaka …………………………..……………………….. 7
Lampiran ................................................................................................................ 8

BAB I
                                          PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Tumbuhan manggrove adalah tumbuhan yang dapat beradaptasi dengan tingkat salinitas perairan yang tinggi. Tumbuhan ini banyak di jumpai pada daerah pesisir pantai yang masih di pengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Tumbuhan manggrove yang biasanya hidup di substrat berlumpur dapat semagai penghalang gelombang dan pencegah terjadinya abrasi pantai oleh ombak. Tomlinson (1986) dan Wightman (1989) mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surut maupun sebagai komunitas. Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung (Saenger, dkk, 1983). Sementara itu Soerianegara (1987) mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Aicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa.
Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang mempunyai peran sangat penting dalam mendukung produktivitas perikanan, sebagai nursery ground (tempat pembesaran) dan spawning ground (tempat pemijahan) bagi beragam jenis biota air. Disamping itu juga sebagai penahan erosi pantai, pencegah intrusi air laut ke daratan, pengendali banjir, merupakan perlindungan pantai secara alami mengurangi resiko dari bahaya tsunami dan juga merupakan habitat dari beberapa jenis satwa liar (burung, mamalia, reptilia dan amphibia) (Othman, 1994).
Banyak daerah di laut dangkal yang diliputi oleh tumbuhan “rumput” air yang lebat, yang secara umum disebut rumput-rumputan laut (lamun).Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang beradaptasi untuk hidup terendam di dalam air laut.Lamun (sea grass), atau disebut juga ilalang laut merupakan satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yang terdapat di lingkungan laut.Tumbuh-tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal. Seperti halnya rumput didarat, mereka mempunyai tunas berdaun tegak dan tangkai-tangkai yang merayap yang efektif untuk berkembang biak. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan laut yang lainnya (alga dan rumput laut), lamun berbunga, berbuah, dan menghasilkan biji.Mereka juga mempunyai akar dan sistem internal untuk menghangkut gas dan zat-zat hara.
Lamun (sea grass), atau disebut juga ilalang laut merupakan satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yang terdapat di lingkungan laut.Tumbuh-tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal. Seperti halnya rumput didarat, mereka mempunyai tunas berdaun tegak dan tangkai-tangkai yang merayap yang efektif untuk berkembang biak. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan laut yang lainnya (alga dan rumput laut), lamun berbunga, berbuah, dan menghasilkan biji.Mereka juga mempunyai akar dan sistem internal untuk menghangkut gas dan zat-zat hara.Salah satu bentuk kekayaan flora di perairan Indonesia yaitu adanya tumbuhan lamun.Lamun adalah satu-satunya kelompok tumbuhan berbunga yang hidup dilingkungan laut.
            Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Fungsi-fungsi di dalam ekosistem ini pun harus berlangsung dalam satu satuan rangkaian dimana satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Semua ekosistem selalu terbuka, sebab semua ekosistem mempunyai batas-batas yang nyata.Ada energi dan bahan-bahan yang terbentuk didalamnya yang terus menerus keluar dari ekosistem setelah digunakan oleh organisme yang hidup didalamnya.Tempat hidup sekelompok makluk hidup disebut habitat.Makro habitat dibagi atas habitat darat dan habitat air.


1.2TUJUAN
Adapun tujuan dari praktikum biologi laut ini adalah:
1.      Melakukan pengamatan lamun dan mangrove di desa Kahyapu.
2.      Agar praktikan mampu mengidentifikasi dan mengklarifikasikan flora dan fauna yang ada di zona ekositem mangrove, ekosistem lamun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mangrove
            2.1.1 Definisi Mangrove
Kata mangrove berasal dari kombinasi antara istilah dalam Bahasa Portugis mangue dan Bahasa Inggris grove (Macnae, 1974). Menurut bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut atau setiap individu jenis tumbuhan yang berasosiasi dengannya, sedangkan dalam bahasa Portugis istilah mangrove digunakan untuk setiap individu spesies tumbuhan yang hidup di laut dan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan yang terdiri dari jenis-jenis mangrove (Macnae, 1974).
Hutan mangrove merupakan komunitas pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang di daerah pasang surut baik pantai berlumpur atau berpasir (Bengen, 1999). Saenger et al. (1983) mendefinisikan mangrove sebagai karaktersitik formasi tanaman littoral tropis dan sub tropis di sekitar garis pantai yang terlindung. Nybakken (1992) menggunakan sebutan bakau untuk suatu komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak dengan kemampuan untuk tumbuh di perairan asin. Mangrove juga didefinisikan sebagai ekosistem hutan yang memiliki toleransi terhadap kadar garam pada daerah intertidal di sepanjang garis pantai (Hamilton dan Snedaker, 1984 in Aksornkoae, 1993).
            2.1.2 Adaptasi Vegetasi Mangrove
Beberapa adaptasi mangrove antara lain (Bengen, 1999) :
a. Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah.
Pohon mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas.Avicennia sp Xylocarpus sp dan Sonneratia sp memiliki tipe akar cakar ayam dengan pneumatofora untuk mengambil oksigen dari udara.Rhizophora sp memiliki tipe akar penyangga atau tongkat dengan lentisel (Gambar 2).

Gambar 2. Tipe-tipe akar mangrove (a) akar papan (b) akar cakar ayam
(c) akar tunjang (d) akar lutut (Bengen, 1999)
b.  Adaptasi terhadap kadar garam tinggi
Mangrove memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam.Daun mangrove yang tebal, kuat dan banyak mengandung air berfungsi mengatur keseimbangan garam.Daun mangrove juga dilengkapi struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
c.  Adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan pasang surut
Mangrove mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar.Selain memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.
Hutchings dan Saenger (1987), menjelaskan tiga cara mangrove beradaptasi, yaitu :
a)   Salt Extrusion / Salt Secretion. Mangrove menyerap air bersalinitas tinggi kemudian mengeksresikan garam-garaman melalui sistem yang terdapat dalam salt gland di daun.
b)   Salt Eclusion. Akar mangrove mencegah garam-garaman masuk dengan cara menyaring garam-garaman tersebut.
c)   Salt Accumulation. Mangrove mengakumulasi garam-garaman (Na dan Cl) di daun, kulit kayu dan akar. Daun penyimpan garam biasanya akan gugur setelah akumulasi garam melewati batas. Kelebihan garam dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah mangrove.
            2.1.3 Faktor Pembatas Tumbuhan Mangrove
Faktor-faktor lingkungan yang berinteraksi satu sama lain secara kompleks akan menghasilkan asosiasi jenis yang juga kompleks. Dimana distribusi individu jenis tumbuhan mangrove sangat dikontrol oleh variasi faktor-faktor lingkungan seperti tinggi rata-rata air, salinitas, pH, dan pengendapan (Hasmawati, 2001)
1.   Suhu
Pada perairan tropik suhu permukaan air laut pada umumnya 27°C - 29°C. Pada perairan yang dangkal dapat mencapai 34°C. Di dalam hutan bakau sendiri suhunya lebih rendah dan variasinya hampir sama dengan daerah-daerah pesisir lain yang ternaung .
2.  Pasang Surut
Pasang surut adalah naik turunnya air laut (mean sea level) sebagai gaya tarik bulan dan matahari. Untuk daerah pantai fenomena seperti ini merupakan proses yang sangat penting, yang tidak dapat diabaikan oleh manusia dalam usahanya untuk memanfaatkan, mengelola maupun melestarikan daerah pesisir.
Pengaruh aktifitas pasang surut di daerah muara sungai sangat besar karena pasut bukan hanya merubah paras laut dengan merubah kedalamannya, melainkan dapat pula sebagai pembangkit arus yang dapat mentranspor sedimen. Selain itu pasut juga berperan terhadap proses-proses di pantai, seperti penyebaran sedimen dan abrasi pantai. Pasang naik akan menimbulkan gelombang laut dimana sedimen akan menyebar di dekat pantai, sedangkan bila air laut surut akan menyebabkanmajunya sedimentasi ke arah laut lepas (Kaharuddin, 1994)
3. Substrat (sedimen).
Sedangkan Anwar dkk. (1984), menyatakan bahwa lahan yang terdekat dengan air pada areal hutan mangrove biasanya terdiri dari lumpur dimana lumpur diendapkan. Tanah ini biasanya terdiri dari kira-kira 75% pasir halus, sedangkan kebanyakan dari sisanya terdiri dari pasir lempung yang lebih halus lagi. Lumpur tersebut melebar dari ketinggian rata-rata pasang surut sewaktu pasang berkisar terendah dan tergenangi air setiap kali terjadi pasang sepanjang tahun. Klasifikasi sedimen pantai disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Sedimen Pantai Berdasarkan Skala Wentworth
Kelas Ukuran Butiran
Diameter Butiran
Mm
Skala
Boulder (Berangkal)
>256
<-8
Cobbe (kerikil kasar)
45 -256
(-6) – (-8)
Pebble (kerikil sedang)
4 – 64
(-2) – (-6)
Granule (kerikil halus)
2 – 4
(-1) – (-2)
Very Coarse Sand (Pasir sangat halus)
1 – 2
0 – (-1)
Coarse Sand (pasir sedang)
0,5 – 1
1 – 0
Medium Sand (Pasir sedang)
0,23 – 1
2- 1
Fine Sand (pasir halus)
0,125 – 0,25
3 – 2
Very Fine Sand (pasir sangat halus)
0,062 – 0,125
4 – 3
Silt (debu)
0,0039 – 0,062
8 – 4
Clay (lumpur)
< 0,0039
> 8
Sumber : Hutabarat dan Evans, 1985

4.   Kecepatan Arus
Arus merupakan perpindahan massa air dari suatu tempat ke tempat lain di sebabkan oleh sebgaian faktor seperti hembusan angin, perbedaan densitas atau pasang surut. Faktor utama yang dapat menimbulkan arus yang relatife kuat adalah angin dan pasang surut. Arus yang disebabkan oleh angin pada umumnya bersifat musiman dimana pada suatu musim arus mengalir ke suatu arah dengan tetap pada musim berikutnya akan berubah arah sesuai dengan perubahan arah angin yang terjadi (Hasmawati, 2001)
Hasmawati (2001), menyatakan bahwa kecepatan arus secara tak langsung akan mempengaruhi substrat dasar perairan. Berdasarkan kecepatannya maka arus dapat dikelompokkan menjadi arus sangat cepat (>1 m/dt), arus cepat (0,5-1 m/dt), arus sedang (0,1-0,5 m/dt) dan arus lanibat (<0,1 m/dt).
5.   Salinitas
Pohon mangrove tahan terhadap air tanah dengan kadar garam tinggi, tetapi pohon-pohon mangrove juga dapat tumbuh dengan baik di air tawar (Anwar,dkk,.1984). Ketersediaan air tawar dan konsentrasi salinitas mengendalikan efesiensi matabolik (metabolic efficiency) vegetasi hutan mangrove. Walaupun spesies vegetasi mangrove memiliki mekanisme adaptasi yang tinggi terhadap salinitas, namun kekurangan air tawar menyebabkan kadar garam tanah dan air mencapai kondisi ekstrim sehingga mengancam kelangsungan hidupnya (Dahuri, 2003).                                                                                                           .
6.   Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman untuk perairan alami berkisar antara 4-9 penyimpangan yang cukup besar dari pH yang semestinya, dapat dipakai sebagai petunjuk akan adanya buangan industri yang bersifat asam atau basa yaitu berkisar antara 5-8 untuk air dan untuk tanah 6 - 8,5 dan kondisi pH di perairan mangrove biasanya bersifat asam, karena banyak bahan-bahan organik di kawasan tersebut. Nilai pH ini mempunyai batasan toleransi yang sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas dan stadia organisme (Hasmawati, 2001).
2.1.4 klasifikasi
a. Rhyzophora apiculata
kingdom : plantae
divisi : magliophyta
kelas : magnoliopsida
ordo : myrtales
famili : Rhizophoraceae
genus : Rhizophora
spesies : Rhizophora apiculata

b. Avicenia rumphiana
kingdom : plantae
divisi : magnoliophyta
kelas : megnoliopsida
ordo : lamiales
family : Acanthaceae
genus : Avicenia
spesies : Avicenia rumphiana

2.2 LAMUN
            2.2.1 Definisi Lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah.Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae).Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub.
Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut.Hewan yang hidup dipadang lamun ada yang sebagai penghuni tetap dan ada pula yang bersifat sebagai pengunjung.Ada hewan yang datang untuk memijah seperti ikan dan ada pula hewan yang datang mencari makan seperti sapi laut (dugong-dugong) dan penyu (turtle) yang makan lamun Syriungodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii (Husni, 2003).
Peranan padang lamun secara fisik di perairan laut dangkal adalah membantu mengurangi tenaga gelombang dan arus, menyaring sedimen yang terlarut dalam air dan menstabilkan dasar sedimen. Peranannya di perairan laut dangkal adalah kemampuan berproduksi primer yang tinggi yang secara langsung berhubungan erat dengan tingkat kelimpahan produktivitas perikanannya. Keterkaitan perikanan dengan padang lamun sangat sedikit diinformasikan, sehingga perikanan di padang lamun Indonesia hampir tidak pernah diketahui. Keterkaitan antara padang lamun dan perikanan udang lepas pantai sudah dikenal luas di perairan tropika Australia (Zulkifli,2003)
            2.2.2 Klasifikasi

1.                  Thalassia Hemprichii
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
 Class: Liliopsida
Ordo : Alismatales
 Family: Hydrocharitaceae
 Genus: Thalassia .
Spesies :Thalassia hemprichii
.            2.               Enhalus Acoroides
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class: Liliopsida
                                 Ordo: Hydrocharitales                      
Family: Hydrocharitaceae
                Genus: Enhalus
Spesies : Enhalus acoroide

2.2.3 Ekosistem Lamun
Lamun mempunyai perbedaan yang nyata dengan tumbuhan yang hidup terbenam dalam laut lainnya, seperti makro-algae atau rumput laut (seaweeds).Tanaman lamun memiliki bunga dan buah yang kemudian berkembang menjadi benih.Lamun juga memiliki sistem perakaran yang nyata, dedaunan, sistem transportasi internal untuk gas dan nutrien, serta stomata yang berfungsi dalam pertukaran gas.Akar pada tumbuhan lamun tidak berfungsi penting dalam pengambilan air, karena daun dapat menyerap nutrien secara langsung dari dalam air laut.Untuk menjaga agar tubuhnya tetap mengapung di dalam kolom air tumbuhan ini dilengkapi dengan ruang udara.Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati dengan kedalaman sampai empat meter.Spesies lamun yang biasanya tumbuh dengan vegetasi tunggal adalah Thalassia hemprichii, uninervis, Cymodocea serrulata, dan Thlassodendron ciliatum. Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Halodule
Padang lamun menyebar hampir di seluruh kawasan perairan pantai Indonesia. Anda akan sangat mudah mengenali tumbuhan ini. Padang lamun biasanya sangat mirip dan bahkan menyerupai padang rumput di daratan dan hidup pada kedalaman yang relative dangkal (1-10 meter) kecuali beberapa jenis seperti Halodule sp., Syringodium sp. dan Thalassodendrum sp., yang juga di temukan pada kedalaman sampai dengan 20 meter dengan penetrasi cahaya yang relative rendah. Malah pernah dilaporkan jenis Halophila yang di temukan pada kedalaman 90 meter oleh Taylorm (1928) yang ditulis dalam Den Hartog (1970). Namun umumnya sebagian besar padang lamun menyebar pada kedalaman 1 – 10 meter. Di beberapa perairan dangkal, kita dapat menyaksikan padang lamun dengan kepadatan yang cukup tinggi yang memberikan kesan hijau pada dasar perairan.
Untuk tipe perairan tropis seperti Indonesia, padang lamun lebih dominan tumbuh dengan koloni beberapa jenis (mix species) pada suatu kawasan tertentu yang berbeda dengan kawasan temperate atau daerah dingin yang kebanyakan di dominasi oleh satu jenis lamun (single species). Penyebaran lamun memang sangat bervariasi tergantung pada topografi pantai dan pola pasang surut.Anda bisa saja menjumpai lamun yang terekspose oleh sinar matahari saat surut di beberapa pantai atau melihat bentangan hijau yang didalamnya banyak ikan-ikan kecil saat pasang.Jenisnya pun beraneka ragam, yang di pantai Indonesia sendiri,kita bias menjumpai 12 jenis lamun dari sekitar 63 jenis lamun di dunia dengan dominasi beberapa jenis diantaranya Enhalus acoroides, Cymodocea spp, Halodule spp., Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, Thallasia hemprichii dan Thalassodendron ciliatum.Dan saya percaya kawasan perairan Indonesia yang sangat luas mempunyai jenis lamun yang lebih dari perkiraan beberapa lembaga penelitian.
2.2.3 Ciri-Ciri Lamun
Tumbuhan lamun memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1.   Toleransi terhadap kadar garam lingkungan
2.   Tumbuh pada perairan yang selamanya terendam
3.   Mampu bertahan dan mengakar pada lahan dari hempasan ombak dan tekanan arus
4.   Menghasilkan pollinasi hydrophilous ( benang sari yang tahan terhadap kondisi perairan )
5.   Memiliki kutikula sebagai pengganti stomata
6.   Lamun adalah satu - satunya tanaman berbunga yang akarnya berpembuluh dan teradaptasi dengan lingkungan laut. (Nontji, 1993).

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi pertumbuhan Lamun
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan lamun secara umum adalah kualitas air, substrat dasar perairan. Kualitas air meliputi temperatur, cahaya, salinitas dan nutrien.
a)      Temperatur
Temperatur merupakan salah satu faktor ekologi perairan yang sangat penting, karena mempengaruhi proses-proses fisiologis lamun, seperti ketersediaan dan penyerapan, nutrien, respirasi dan siklus protein. Zieman (1982) menyatakan bahwa lamun lebih tahan terhadap maningkatnya temperatur dibandingkan dengan alga. Mellors dkk, menemukan keterkaitan antara temperatur dan biomassa lamun, tetapi faktor temperatur ini dapat berakibat merugikan pada proses fotosintesis dan kehidupan apabila terjadi kombinasi antara temperatur dan intensitas yang berlebih (Mellors, 1993).
b)      Cahaya
Larkum (1989) menyatakan bahwa cahaya merupakan faktor yang menentukan penyebaran dan kelimpahan lamun. Intensitas cahaya yang masuk ke dalam kolom air dipengaruhi oleh kecerahan perairan. Semakin bertambah kedalaman suatu perairan berarti intensitas cahaya menurun maka biomassa lamun semakin menurun (Hilman dkk, 1989). Tiap spesies lamun memiliki intensitas cahaya minimum dan maksimum yang dibutuhkan sebagai syarat lulus kehidupan dan faktor pertumbuhan yang optimal (Dahuri, 2001).
c)      Salinitas
Aktivitas tumbuhan dalam berfotosintesis dipengaruhi oleh salinitas air. Laju fotosintesis berkurang hingga mendekati nol pada air destilasi dan air dengan salinitas dua kali salinitas air laut. Faktor utama yang mempengaruhi tingkat salinitas di wilayah estuari adalah suplai air tawar dari muara-muara sungai. pengaruh salinitas bersifat positif bagi pertumbuhan daun lamun muda dimana pertambahan panjang daun meningkat seiring meningkatnya salinitas. Padang lamun di Cairns Harbour Australia dapat hidup pada kisaran salinitas 20‰-50‰ (Dahuri, 2001).
d)      Nutrien
Senyawa organik yang penting bagi lamun diantaranya tersusun oleh unsur-unsur karbon, nitrogen, fosfor. Sumber utama karbon bagi lamun berasal dari sedimen yang diserap oleh akar. Dua puluh lima persen dari karbon yang diserap oleh akar ditransfer ke daun sedangkan sisanya tetap berada di perakaran lamun. Nitrogen merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan lamun, diperoleh melalui akar setelah mengalami fiksasi oleh bakteri. Nitrogen yang dihasilkan dari akar mampu mensuplai 20-50 % nitrogen yang dibutuhkan suatu padang lamun. Fosfor dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di wilayah perakaran lamun dibandingkan dengan di substrat pada kedalaman yang lebih dalam maupun substrat yang tidak ditumbuhi lamun ( Mellors, 1993 ).
e)      Substrat dasar
Karakteristik meliputi jenis substrat dan kandungan nutrien dalam sedimen mampengaruhi bentukakar lamun. Di padang lamun terdapat interaksi antara lamun dengan sedimen dan air, dimana tumbuhan ini berpengaruh terhadap karakteristik kimia serta mikrobiologi sedimen dari produksi detritus, aliran oksigen dari akar dan rimpangnya (Moriaty,1989).






















BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu Dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum Biologi Laut ini yaitu bertempat di Desa Kahyapu kecamatan Pulau Enggano yang dilaksanakan pada tanggal 07 Mei 2016.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum ini adalah :
·         Alat :
-          Karton hitam
-          Penggaris
-          Kamera
-          Plastic
-          Bamboo
-          Buku identifikasi
-          Alat tulis
·         Bahan :
1.      Beberapa jenis Mangrove yang telah ditemukan yaitu :
a.       Lumnitzera littorea
b.      Rhizophora apiculata
c.       Avicenia Rumphiana
2.      Beberapa jenis lamun yang telah ditemukan :
a.       Enhalus acoroides
b.      Cymodocea rotundata
c.       Thalassia hemprichii

3.3 Langkah Kerja :
a. Mencatat jenis mangrove yang terdapat di Desa Kahyapu
b. mencatat jenis akar, daun dan banyak propagul mangrove
c. mengambil gambar bagian-bagian dari mangrove
d. mengambil biota yang berintegrasi pada Mangrove
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENGAMATAN
4.1.1 Mangrove
1.Lumnitzera Littorea
 Buah,Daun,Batang dan Akar.
 

2.Rhizophora apiculata
Buah,Daun,Batang dan Akar.

3.Avicenia rumphiana





                                                       

4.2 PEMBAHASAN

1.      Mangrove
a.       Lumnitzera Littorea

Kingdom                : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom           : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi            : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi                      : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas                      : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil
Sub Kelas               : Rosidae
Ordo                       : Myrtales
Famili                     :
Combretaceae
Genus                     :
Lumnitzera
                                     Spesies: Lumnitzera littorea (Jack) Voigt.
Deskripsi
:
Pohon selalu hijau dan tumbuh tersebar, ketinggian pohon dapat mencapai 25 m, meskipun pada umumnya lebih rendah. Akar nafas berbentuk lutut, berwarna coklat tua dan kulit kayu memiliki celah/retakan membujur (longitudinal).

Daun
:
Daun agak tebal berdaging, keras/kaku, dan berumpun pada ujung dahan. Panjang tangkai daun mencapai 5 mm. Unit & Letak: sederhana, bersilangan. Bentuk: bulat telur terbalik. Ujung: membundar. Ukuran: 2-8 x 1-2,5 cm.

Bunga
:
Bunga biseksual, berwarna merah cerah, harum, dan dipenuhi oleh nektar. Panjang tangkai bunga mencapai 3 mm, tandan 2-3 cm. Memiliki dua buah pinak daun berbentuk bulat telur dan berukuran 1 mm pada bagian pangkalnya. Letak: di ujung. Formasi: bulir. Daun mahkota: 5; merah, 4-6 x 1,5-2 mm. Kelopak bunga: 5; hijau 1 x-12 mm. Benang sari: <10; Panjang benang sari dua kali ukuran daun mahkota.

Buah
:
Buah berbentuk seperti pot/jambangan tempat bunga/elips, berwarna hijau keunguan, agak keras dan bertulang. Ukuran: panjang 9-20mm; Diameter 4-5 mm.

Ekologi
:
Menyukai substrat halus dan berlumpur pada bagian pinggir daratan di daerah mangrove, dimana penggenangan jarang terjadi. Mereka juga terdapat pada jalur air yang memiliki pasokan air tawar yang kuat dan tetap. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Produksi nektar, warna bunga serta morfologi dan lokasinya menunjukkan bahwa penyerbukannya dibantu oleh burung. Buah yang ringan dan dapat mengapung sangat menunjang penyebaran mereka melalui air.

Penyebaran
:
Daerah tropis Asia, Indonesia, Australia Utara dan Polinesia. Tidak terdapat, atau kalaupun ada, sangat jarang dijumpai di pantai-pantai di Jawa.

Kelimpahan
:


Manfaat
:
Kayunya kuat dan sangat tahan terhadap air. Dengan penampilannya yang menarik dan memiliki wangi seperti mawar, maka kayunya sangat cocok untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan lemari dan furnitur lainnya. Sayangnya, kayu berukuran besar sangat jarang ditemukan.

Catatan
:
Meskipun ditemukan di seluruh Malaysia dan Indonesia, L. littorea dan L. racemosa tidak pernah ditemukan pada habitat dan lokasi yang sama. Penyebab persis dari perbedaan karakter ekologis tersebut sampai saat ini belum diketahui.

Reproduksi :




b.      Rhizophora apiculata

Klasifikasi Rhizopora apiculata
Regnum           : Plantae
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Myrtales
Famili              : Rhizophoraceae
Genus              : Rhizophora
Spesies            : Rhizophora apiculata Bl

Deskripsi Rhizopora apiculata
Rhizopora apiculata memiliki ciri dengan akar tunjang yang menyolok dan bercabang-cabang.Batang berkayu dan berbentuk silindris.Daun tunggal, terletak berhadapan, terkumpul di ujung ranting, dengan kuncup tertutup daun penumpu yang menggulung runcing.Helai daun eliptis, tebal licin serupa kulit, hijau atau hijau muda kekuningan, berujung runcing, bertangkai.Daun penumpu cepat rontok, meninggalkan bekas serupa cincin pada buku-buku yang menggembung.

Deskripsi
:
Pohon dengan ketinggian mencapai 30 m dengan diameter batang mencapai 50 cm. Memiliki perakaran yang khas hingga mencapai ketinggian 5 meter, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang keluar dari cabang. Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah.

Daun
:
Berkulit, warna hijau tua dengan hijau muda pada bagian tengah dan kemerahan di bagian bawah. Gagang daun panjangnya 17-35 mm dan warnanya kemerahan. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips menyempit. Ujung: meruncing. Ukuran: 7-19 x 3,5-8 cm.

Bunga
:
Biseksual, kepala bunga kekuningan yang terletak pada gagang berukuran <14 mm. Letak: Di ketiak daun. Formasi: kelompok (2 bunga per kelompok). Daun mahkota: 4; kuning-putih, tidak ada rambut, panjangnya 9-11 mm. Kelopak bunga: 4; kuning kecoklatan, melengkung. Benang sari: 11-12; tak bertangkai.

Buah
:
Buah kasar berbentuk bulat memanjang hingga seperti buah pir, warna coklat, panjang 2-3,5 cm, berisi satu biji fertil. Hipokotil silindris, berbintil, berwarna hijau jingga. Leher kotilodon berwarna merah jika sudah matang. Ukuran: Hipokotil panjang 18-38 cm dan diameter 1-2 cm.

Ekologi
:
Tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada saat pasang normal. Tidak menyukai substrat yang lebih keras yang bercampur dengan pasir. Tingkat dominasi dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air tawar yang kuat secara permanen. Percabangan akarnya dapat tumbuh secara abnormal karena gangguan kumbang yang menyerang ujung akar. Kepiting dapat juga menghambat pertumbuhan mereka karena mengganggu kulit akar anakan. Tumbuh lambat, tetapi perbungaan terdapat sepanjang tahun.

Penyebaran
:
Sri Lanka, seluruh Malaysia dan Indonesia hingga Australia Tropis dan Kepulauan Pasifik.

Kelimpahan
:


Manfaat
:
Kayu dimanfaatkan untuk bahan bangunan, kayu bakar dan arang. Kulit kayu berisi hingga 30% tanin (per sen berat kering). Cabang akar dapat digunakan sebagai jangkar dengan diberati batu. Di Jawa acapkali ditanam di pinggiran tambak untuk melindungi pematang. Sering digunakan sebagai tanaman penghijauan.
Reproduksi :


c.       Avicenia rumphiana

Kingdom:
Division:
Class:
Order:
Family:
Genus:
Species:
A. rumphiana

Deskripsi :Avicennia rumphiana adalah salah satu bakau tertinggi kadang-kadang tumbuh sampai 30 m (98 kaki) tinggi dengan ketebalan 3 m (10 kaki) tapi biasanya jauh lebih kecil dari ini. Bagasi memiliki penopang dan akar yang tersebar dangkal di seluruh substrat dan mengirim hingga banyak pneumatophores . Ini adalah akar vertikal pendek dan digunakan untuk pertukaran gas.Kulit halus dan warna gelap abu-abu.Daunnya berpasangan berlawanan, oval, kadang-kadang berbentuk sendok, hijau mengkilap di atas dan coklat kekuningan dikempa bawah. Bunga-bunga individu lebih dari 1 cm (0,4 inci) dan dalam gugus bola, baik kelopak dan kelopak menjadi berbulu. Kapsul buah juga dikempa dan mengandung satu biji.


Daun : sering berbentuk sendok, tetapi tidak selalu (panjang 8-10cm). Hijau di atas, bawah zaitun atau kecoklatan dengan beludru atau tekstur berbulu.Daun muda muncul pada pasangan dan terlihat seperti beigetelingakelincberbulu.

Bunga : besar (1 cm), oranye-kuning, dalam kelompok ketat yang bulat dalam bentuk. Kelopak luar sangat berbulu dan kelopak.Bunga-bunga dikatakan harum.Tangkai bunga yang persegi, tapi batang tidak persegi semua jalan ke bagian daun-bant

Habitat dan Ekologi
Spesies ini ditemukan di zona muara hilir di wilayah intertidal tinggi (Robertson dan Alongi 1992). Ini adalah spesies yang tumbuh cepat, yang dapat tumbuh hingga 20 m tetapi sering hanya untuk 5 atau 10 m. Ini adalah menjajah spesies di lumpur yang baru terbentuk di Asia Tenggara (Terrados et al. 1997), dan memiliki toleransi yang tinggi dari kondisi hypersaline (Tomlinson 1986).

2.LAMUN
a.       Enhalus acoroides

Divisio             : Anthophyta
Kelas               :  Monocotyledonia
Ordo                :  Helobiae
Famili              :  Hydrocaritacea
Sub famili        :  Vallisnerioideae
Genus              Enhalus
Spesies            Enhalus acoroides


Habitat Lamun ( Enhalus acoroides )
Acoroides Enhalus ditemukan di zona subtidal dan lambat untuk menghasilkan tunas baru tapi menghasilkan biomassa yang tinggi, menjadi lamun sangat besar. siltier air, semakin lama daun tumbuh untuk menangkap lebih banyak cahaya. Ini adalah satu-satunya spesies yang melepaskan serbuk sari ke permukaan air dalam reproduksi seksual, yang membatasi distribusi ke daerah-daerah subtidal intertidal dan dangkal.Ini adalah, spesies gigih lambat tumbuh dengan resistensi miskin untuk gangguan (Green dan pendek 2003).

            Enhalus acoroides adalah umum di daerah lamun utama Asia Tenggara. Di Thailand, hal itu terjadi di kanal air payau turun ke bawah zona intertidal dan subtidal di lumpur, pasir berlumpur dan substrat karang berpasir. Di Teluk Thailand, tumbuh pada substrat kasar mulai dari pasir menengah dan kasar menjadi puing-puing karang pada kedalaman 0,5-1,0 m. Di Indonesia, E.acoroides tumbuh di berbagai jenis sedimen yang berbeda, dari lumpur ke pasir kasar, di daerah subtidal atau daerah dengan bioturbation berat. Di Filipina, itu berkolonisasi keruh, tenang, daerah yang dilindungi seperti teluk dan muara (Green dan pendek 2003). Di Semenanjung Malaysia, itu adalah umum di seluruh pantai di pantai berlumpur dan daerah yang terkena surut.
Reproduksi : mampu hidup di media air asin, mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik, mampu melaksanakan penyerbukan dan daur generatif dalam keadaan terbenam.
Deskripsi : Enhalus acoroides adalah salah satu jenis lamun yang terdapat diperairan indonesia, Tumbuhan ini memiliki rhizoma yang ditumbuhi oleh rambut-rambut padat dan kaku dengan lebar lebih dari 1,5 cm, memiliki akar yang banyak dan bercabang dengan panjang antara 10 – 20 cm dan lebar 3 – 5 mm. Daun dari tumbuhan ini dapat mencapai 30 – 150 cm dengan lebar 1,25 – 1,75 cm . Akar Enhalus acoroides dapat mencapai panjang lebih dari 50 cm sehingga dapat menancap secara kuat pada substrat.
b.      Cymodocea rotundata

            Kingdom         : Plantae
            Divisi               : Anthophyta
            Kelas               : Angiospermae
Subkelas          : Monocotyledonae
            Ordo                : Helobiae
            Famili              : Cymodoceaceae
            Genus              :Cymodocea
            Spesies            : Cymodocea rotundata          
Habitat dan Ekologi:
Cymodocea rotundata sering terjadi di air jernih, dan sering di zona intertidal tinggi. Spesies ini adalah tahan terhadap kondisi marjinal. Seperti banyak spesies intertidal, morfologi spesies ini dapat bervariasi secara luas, dan untuk alasan ini kadang-kadang dapat menjadi bingung dengan spesies lain (yaitu, dengan daun yang sempit Thalassia hemprichii atau uninervis Halodule lebar). Spesies ini tidak seperti paparan penuh di surut (kondisi kering).

Di Laut Andaman, menempati zona pesisir yang lebih rendah pada daerah pasir berlumpur atau berpasir bawah dicampur dengan fragmen karang mati. Cymodocea rotundata dapat bertahan hidup tingkat moderat gangguan. Ini adalah spesies pionir di Indonesia (bersama dengan ovalis Halophila dan Halodule pinifolia) yang terjadi di zona subtidal intertidal dan dangkal rendah, tumbuh terbaik di berpasir baik-terlindung (tidak berlumpur), stabil dan sedimen rendah-bantuan (Green dan pendek 2003 ).

Deskripsi :
a. Tanaman ramping, mirip dengan Cymodocea serrulata, daun seperti garis lurus dan lengkap (panjang 6-15 cm, lebar 2-4 mm), lurus sampai agak bulat, tidak menyempit sampai ujung daun.
b.    Ujung daun bulat dan seludang daun keras.Rimpang ramping (diameter 1-2 mm, panjang antar ruas 1-4 cm) dari Cymodocea serrulata, dengan tunas pendek yang tegak, setiap ruas ada 2-5 (7) daun.
c.    Buah berbulu tanpa tangkai, berada dalam seludang daun.Setengah lingkaran dan agak keras, bagian bawah berlekuk dengan 3-4 geligi runcing.
d.   Tumbuh di pasir-lumpuran atau pasir dengan pecahan karang di daerah pasang surut,  kadang-kadang bercampur dengan jenis lamun lain.
Reproduksi :: mampu hidup di media air asin, mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik, mampu melaksanakan penyerbukan dan daur generatif dalam keadaan terbenam.
c.       Thalassia hemprichii
Divisio             : Anthophyta
Kelas               :  Monocotyledonia
Ordo                :  Helobiae
Famili              :  Hydrocaritaceae
Sub famili        :  Vallisnerioideae
Genus              Thalassia
Spesies            Thalassia hemprichii

Habitat :T. hemprichii merupakan salah satu jenis lamun yang tumbuh di perairan tropik dan penyebarannya cukup luas  (Thomascik et. al, 1997). Menurut Kiswara (1992) lamun jenis ini sangat umum dan banyak ditemukan di daerah rataan terumbu, baik yang tumbuh sendiri-sendiri (monospesifik) maupun yang tumbuh bersama-sama dengan lamun jenis lain atau tumbuhan lain (mixed vegetasi).
Deskripsi : T. hemprichii mempunyai rimpang (rhizoma) yang berwarna coklat atau hitam dengan ketebalan 1 – 4 mm dan panjang  3 – 6 cm. Setiap nodus ditumbuhi oleh satu akar dimana akar dikelilingi oleh rambut kecil yang padat. Setiap tegakan mempunyai 2 – 5 helaian daun dengan apeks daun yang membulat, panjang 6 – 30 cm dan lebar 5 – 10 mm.
Reproduksi : Mampu hidup di media air asin, mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik, mampu melaksanakan penyerbukan dan daur generatif dalam keadaan terbenam.




















BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN



5.2 SARAN
            Sebaiknya praktikan harus lebih serius di kegiatan praktikum yang dilaksanakan, agar lebih dapat dipahami dan dapat berfungsi dengan selayaknya bagi praktikan

















DAFTAR PUSTAKA
























LAMPIRAN







Tidak ada komentar:

Posting Komentar