Kamis, 26 Oktober 2017

MEKANISME PENGOLAHAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

MEKANISME PENGOLAHAN
WILAYAH PESISIR  DAN PULAU-PULAU KECIL

Disusun Oleh :
                                    Nama                           : Rizky Suryaman Simbolon
                                    Npm                            : E1I015024
                                    Mata Kuliah                : Perencanaan Wilayah Pesisir Terpadu
Dosen Pembimbing     : 1. Ari Anggoro S.Pi, M.Si
                                      2. Ir Dede Hartono M.T


PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2017


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Wilayah pesisir Indonesia memiliki arti yang sangat strategis, karena potensi sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dimilikinya, serta potensi geografiknya yang terletak pada pertemuan wilayah darat dan laut. Kekayaan sumber daya alam wilayah pesisir, antara lain berupa bentangan garis pantai sepanjang 81.000 km, luas laut sekitar 3,1 km­2  dan ekosistem pesisir, seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan lain-lain
Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan sumber daya alam. Di dalam aktivitas ini sering dilakukan perubahan-perubahan pada ekosistem dan sumber daya alam. Perubahan-perubahan yang dilakukan tentunya akan memberikan pengaruh pada lingkungan hidup. Makin tinggi laju pembangunan, makin tinggi pula tingkat pemamfaatan sumber daya alam dan makin besar pula perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan hidup. Oleh karena itu dalam perencanaan pembangunan pada suatu sistem ekologi yang berimplikasi pada perencanaan penggunaan sumber daya alam, perlu diperhatikan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat-akibat negatif yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri secara menyeluruh. Perencanaan pemamfaatan dan pengelolaan  sumber daya alam perlu dipertimbangkan secara cermat dan terpadu dalam setiap perencanaan pembangunan, sehingga dapat dicapai suatu pengembangan lingkungan hidup dalam lingkup pembangunan.
Untuk sumber daya alam yang dapat dipulihkan, pendayagunaannya memerlukan pengelolaan yang tepat, yang sejauh mungkin dapat mencegah dan mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan hidup dan menjamin kelestarian sumberdaya untuk kepentingan generasi yang akan datang. Ini berarti bahwa sumber daya alam  yang belum dimamfaatkan (reserve) perlu dijaga agar tidak mengalami kerusakan dan sumberdaya genetik (plasma nutfah) baik nabati maupun hewani tidak mengalami kepunahan. Sedangkan untuk sumber daya alam yang tidak dapat dipulihkan, pendayagunaannya harus dilakukan sebijaksana mungkin  agar pemanfaatannya dapat berjangka panjang, karena tidak dapat atau sulit sekali pulih.
Meninjau arti pentingnya suatu pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu, maka kami, mahasiswa jurusan ilmu kelautan universitas Hasanuddin, mengadakan praktek lapang untuk mengetahui metode pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu di Pulau Sabangko Kecamatan Liukang Tuppabiring Desa Mattirobombang Kabupaten Pangkep, dengan meninjau beberapa faktor, yaitu batasan wilayah pesisir, kondisi ekosistem, sosial ekonomi, bentuk pengelolaan, kearifan lokal dalam kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu di daerah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan untuk memfokuskan penulisan ini, masalah yangterumuskan yaitu:
1.      Bagaimana model pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara tepat dan pengelolaan terpadu?
2.      Diatara model pengelolaan yang ada, manakah yang menjadi model pengelolan yang tepat untuk diterapkan di Indonesia?
1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui sejauh mana bentuk pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang ada
2.      Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut
3.      Untuk mengetahui Kondisi ekosistem dan sosial ekonomi masyarakat







BAB II
PEMBAHASAN
Setiap Negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai UNCLOS 1982 dan Garis pangkal biasa untuk mengukur lebar laut teritorial adalah garis air rendah sepanjang pantai sebagaimana terlihat pada peta skala besarnya yang diakui resmi oleh Negara pantai tersebut(UNCLOS,1982).
Dalam Pasal 1  peraturan pemerintah NO 26 tahun 2002 membahas tentang :
1)      Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.
2)      Pulau-Pulau Kecil Terluar, selanjutnya disingkat PPKT adalah pulau-pulau kecil yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional.
3)      Kawasan Strategis Nasional Tertentu, selanjutnya disingkat KSNT adalah kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional (Peraturan pemerintah NO 26,2002).
Pemanfaatan ruang sebagaimana diatur dalam pasca 15 UU No. 24 Thn 1992 tentang penataan ruang, dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya, yang didasarkan atas rencana tata ruang.
Tindak lanjut dari kegiatan penyususnan perencanaan tata ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mencakup pengaturan pemanfaatan ruang yang pada prinsipnya mengatur kegiatan pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang, antara lain mencakup :
1.    Penyusunan program-program pelaksanaan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
2.    Penyusunan peraturan-peraturan teknis zonasi. Peraturan zonasi adalah ketentuan teknis pemanfaatan ruang pada suatu zona atau kawasan untuk setiap kegiatan, yang antara lain mencakup :
a)      Pengaturan pemanfaatan ruang untuk kegiatan wisata
b)      Pengaturan pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya
c)      Pengaturan pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri
d)     Pengaturan pemanfaatan ruang untuk kegiatan pemukiman
e)      Pengaturan pemanfaatan ruang untuk kegiatan pertambangan
f)       Pengaturan pemanfaatan ruang di zona mitiogasi bencana
g)      Pengaturan pembangunan utilitas di pesisir
h)      Pengaturan pemanfaatan pada kawasan yang dikhususkan bagi alur tertentu.
Tindak Lanjut Bagi Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota
1.      Pemerintah daerah dalam menyusun rencana tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil agar dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan kelengkapan data spasial dan non spasial sesuai dengan kebutuhan untuk perencanaan tata ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil.
2.      Perencanaan tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil agar disusun dengan mengacu kepada rencana strategi pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/ kota di bidang kelautan.
3.      Konsep perencanaan tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil yang sudah selesai agar disinkronkan dan diselaraskan dengan rencana tata ruang daratan, dengan tetap berpegang pada prinsip perencanaan tata ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil.
4.      Untuk lebih mendayagunakan perencanaan tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil maka zonasi pemanfaatan/budidaya perlu dilengkapi dengan kelayakan kawasan.
5.      Konsep perencanaan tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah selesai dibuat perlu dilegitimasi dalam bentuk peraturan daerah, agar mendapat kekuatan hukum dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
6.      Perencanaan tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil agar dapat ditindak lanjuti dengan penyusunan rencana pengelolaan dan rencana aksi.
7.      Pengaturan teknis pemanfaatan ruang agar dapat dikendalikan sesuai dengan ketentuan maka perlu ditindaklanjuti dengan peraturan-peraturan teknis pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/ kota.
8.      Perlu ada kerjasama antar kabupaten/ kota yang berbatasan, baik yang berbatasan antara hulu dan hilir, maupun berbatasan horizontal dalam menyusun perencanaan tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil serta.
Secara garis besar konsep pembangunan berkelanjutan memilliki tiga dimensi yaitu :
(1) Ekologis
(2) Sosial Ekonomi Budaya
(3) Kelembagaan(Departemen Kelautan dan Perikanan,2004).
Dalam Peraturan Presiden Republic Indonsia Nomor 78 Tahun 2005  BAB II : TUJUAN DAN PRINSIP PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR Pasal 2 Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dilakukan dengan tujuan:
a)      menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan
b)      memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan;
c)      memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Sedangkan dalam Pasal 3 : Prinsip pengelolaan pulau-pulau kecil terluar:
a. Wawasan Nusantara;
b. Berkelanjutan;
c. Berbasis masyarakat.
Untuk Pasal 4 berisi : Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah(PP NO 78,2005).








BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam rangka mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir terpadu yang berbasis masyarakatdiperlukan beberapa proses pengelolaan yang sesuai dengan tahapan manajemen yaitumulai dari perencanan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Tahapan proses perencanaan pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat tetap mengacu kepada proses perencanaan pembangunan berkelanjutan wilayah pesisir dan lautan.
Pengelolaan pesisir  harus dilakukan dengan dimensi keterpaduan ekologis, sosial, ekonomi, budaya dan klembagaan, serta keterpaduan antar stakeholders, sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai yaitu pertumbuhan ekonomi berupa peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat, perbaikan kualitas lingkungan serta adanya kepedulian antar generasi. Kegiatan yang potensial dilakukan dalam pemanfaatan wilayah pesisir  adalah kegiatan perikanan tangkap,pariwisata bahari dan lain-lain. Kolaborasi antara seluruh stake holder (pemerintah, masyarakat, dan swasta) memegang peranan penting dalam percepatan pengelolaan pembangunan Pesisir.
4.2 Saran
Diharapkan bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan lagi mengenai sarana dan prasarana di wilayah pesisir terutama dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut  serta pulau pulau kecil secara terpadu.





DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Petunjuk Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Laut. Jakarta
UNCLOS,1982
peraturan pemerintah NO 26 tahun 2002

Peraturan Presiden Republic Indonsia Nomor 78 Tahun 2005

Senin, 09 Oktober 2017

LAPORAN PRATIKUM OSEOBIOGEOLOGI

LAPORAN PRATIKUM  OSEANOGRAFI BIOGEOLOGI
ANALISIS TEKSTUR SEDIMEN
Disusun Oleh :
                                    Nama                           : Rizky Suryaman Simbolon
                                    Npm                            : E1I015024
                                    Kelompok                   : 10
                                    Mata Kuliah                : Oseanografi Biogeologi
Dosen Pembimbing     : 1. Aradea Bujana Kusuma S.Si, M.Si
                                      2. Bertoka Fajar SP Negara S.Kel, M.Si
Asisten Dosen             : Dianty Siallagan
                                      Efrondika Dwi Putra
                                      Kurniawan Soleh
                                      M. Rio Pahlawan
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2017


 BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah pesisir yang kaya dan beragam akan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan. Negara kepulauan yang  memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km termasuk negara kedua yang memiliki garis pantai terpanjang setelah Kanada. Luas wilayah laut negeri kita, termasuk didalamnya zona ekonoli ekslusif, mencakup 5,8 juta kilometer persegi, atau sekitar tiga perempat dari luas keseluruhan wilaya Indonesia. Dengan kenyataan seperti itu sumber daya pesisir dan lautan Indonesia merupakan salah satu modal dasar pembangunan Indonesia yang sangat potensial disamping sumber daya alam darat. Sumber daya wilayah pesisir diprediksi akan semakin meningkat peranannya dimasa-masa mendatang dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional.
Dengan meningkatnya pemanfaatan wilayah pesisir yang, hal ini menyebabkan daya dukung wilayah pesisir akan berkurang jika penggunaaannya tidak dilakukan secara terpadu dan terkendali. Untuk menjaga agar daya dukung wilayah pesisir tidak mengalami penurunan yang besar maka perlu diperhatikan pula faktor-faktor yang brdampak terhadap lingkungan pesisir. Salah satu faktor tersebut adalah sedimen..
Sedimentasi yang terjadi di wilayah pesisir terjadi pada muara-muara sungai. Pola-pola sedimentasi tergantung pada pola pergerakan air, apabila gerakan air horizontal tinggi, sedimen akan tetap dalam bentuk larutan. Namun bila gerakan air perlahan sehingga tidak cukup energi untuk menjaga agar sedimen tetap larut maka akan terjadi proses pengendapan bahan-bahan sedimen. Selain itu energi gerakan air juga berpengaruh terhadap ukuran bahan-bahan sedimentasi yang akan diendapkan. Tingginya proses sedimentasi ini akan berdampak kembali pada manusia itu sendiri seperti terganggunya transportasi laut karena telah terjadi pendangkalan, terjadinya pengurangan lahan dan sebagainya. Untuk mengetahui lebih lanjut dan menerapkan ilmu yang didapat saat perkuliahan, maka diadakanlah pratikum ini.
1.2.Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut:
1.Praktikan mampu mengidentifikasi sedimen disuatu perairan
2.Praktikan mampu menganalisis tekstur sedimen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sedimentologi adalah ilmu yang mempelajari sedimen atau endapan Sedangkan sedimen atau endapan pada umumnya diartikan sebagai hasil dari proses pelapukan terhadap suatu tubuh batuan, yang kemudian mengalami erosi, tertansportasi oleh air, angin, dan pada akhirnya terendapkan atau tersedimentasikan (Arsyad,1989).
Masing-masing lingkungan sedimen dicirikan oleh paket tertentu fisik, kimia, dan biologis parameter yang beroperasi untuk menghasilkan tubuh tertentu sedimemen dicirikan oleh tekstur, struktur, dan komposisi properti. Kita mengacu kepada badan-badan khusus seperti endapan dari batuan sedimen sebagai bentuk. Istilah bentuk mengacu pada unit stratigrafik dibedakan oleh lithologic, struktural, dan karakteristik organik terdeteksi di lapangan. Sebuah bentuk sedimen dengan demikian unit batu itu, karena deposisi dalam lingkungan tertentu, memiliki pengaturan karakteristik properti. Lithofacies dibedakan oleh ciri-ciri fisik seperti warna, lithology, tekstur, dan struktur sedimen. Biogfacies didefinisikan pada karakteristik palentologic dasar. Inti penekanan adalah bahwa lingkungan depositional menghasilkan bentuk sedimen. Karakteristik properti dari bentuk sedimen yang pada gilirannya merupakan refleksi dari kondisi lingkungan deposional(Hardiyatmo,1992).
Stratigrafi adalah studi batuan untuk menentukan urutan dan waktu kejadian dalam sejarah bumi. Dua subjek yang dapat dibahas untuk membentuk rangkaian kesatuan skala pengamatan dan interpretasi. Studi proses dan produk sedimen memperkenankan kita menginterpretasi dinamika lingkungan pengendapan. Rekaman-rekaman proses ini di dalam batuan sedimen memperkenankan kita menginterpretasikan batuan ke dalam lingkungan tertentu. Untuk menentukan perubahan lateral dan temporer di dalam lingkungan masa lampau ini, diperlukan kerangka kerja kronologi(Firmansyah,2003).
Ilmu bumi secara tradisional telah dibagi kedalam sub-disiplin ilmu yang terfokus pada aspek-aspek geologi seperti paleontologi, geofisika, mineralogi, petrologi, geokimia, dan sebagainya. Di dalam tiap sub-disiplin ilmu ini, ilmu pengetahuan telah dikembangkan sebagai teknik analitik baru yang telah diaplikasikan dan dikembangkannya teori-teori inovatif. Diwaktu yang sama karena kemajuan-kemajuan di lapangan, maka diperkenalkannya integrasi kombinasi ide-ide dan keahlian dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda-beda(Handayani, 2002).
 Geologi adalah ilmu multidisiplin yang sangat baik dipahami jika aspek-aspek berbeda terlihat berhubungan antara satu dengan lainnya. Sedimentologi perhatiannya tertuju pada pembentukan batuan sedimen. Kemudian batuan sedimen dibahas hubungan waktu dan ruangnya dalam rangkaian stratigrafi di dalam cekungan-cekungan sedimen. Tektonik lempeng, petrologi dan paleontologi adalah topik tambahan(Pettijohn, FJ. 1948).
Sedimen yang di jumpai di dasar lautan dapat berasal dari beberapa sumber yang menurut Reinick (Dalam Kennet,1992), dibedakan menjadi empat yaitu :
1. Lithougenus sedimen yaitu sedimen yang berasal dari erosi pantai dan material hasil erosi daerah up land. Material ini dapat sampai ke dasar laut melalui proses mekanik, yaitu tertransport oleh arus sungai dan atau arus laut dan akan terendapkan jika energi tertransforkan telah melemah.
2. Biogeneuos sedimen yaitu sedimen yang bersumber dari sisa-sisa organisme yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta bahan-bahan organik yang mengalami dekomposisi.
3. Hidreogenous sedimen yaitu sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut dalam air laut sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dan sedimen jenis ini adalah magnetit, phosphorit dan glaukonit.
4. Cosmogerous sedimen yaitu sedimen yang berasal dari berbagai sumber dan masuk ke laut melalui jalur media udara/angin. Sedimen jenis ini dapat bersumber dari luar angkasa, aktifitas gunung api atau berbagai partikel darat yang terbawa angin. Material yang berasal dari luar angkasa merupakan sisa-sisa meteorik yang meledak di atmosfir dan jatuh di laut. Sedimen yang berasal dari letusan gunung berapi dapat berukuran halus berupa debu volkanik, atau berupa fragmen-fragmen aglomerat. Sedangkan sedimen yang berasal dari partikel di darat dan terbawa angin banyak terjadi pada daerah kering dimana proses eolian dominan namun demikian dapat juga terjadi pada daerah subtropis saat musim kering dan angin bertiup kuat. Dalam hal ini umumnya sedimen tidak dalam jumlah yang dominan dibandingkan sumber-sumber yang lain.
Dalam suatu proses sedimentasi, zat-zat yang masuk ke laut berakhir menjadi sedimen. Dalam hal ini zat yang ada terlibat proses biologi dan kimia yang terjadi sepanjang kedalaman laut. Sebelum mencapai dasar laut dan menjadi sedimen, zat tersebut melayang-layang di dalam laut. Setelah mencapai dasar lautpun, sedimen tidak diam tetapi sedimen akan terganggu ketika hewan laut dalam mencari makan. Sebagian sedimen mengalami erosi dan tersuspensi kembali oleh arus bawah sebelum kemudian jatuh kembali dan tertimbun. Terjadi reaksi kimia antara butir-butir mineral dan air laut sepanjang perjalannya ke dasar laut dan reaksi tetap berlangsung penimbunan, yaitu ketika air laut terperangkap di antara butiran mineral(Suharta, N. dan B.H. Prasetyo,2008).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat.
pratikum ini dilaksanakan pada hari selasa tanggal 03 september 2017 pukul 10.00-11.40 wib di Laboratorium prodi ilmu kelautan dan perikanan fakultas pertanian, universitas Bengkulu.
3.2 Alat dan Bahan
        3.2.1 alat
                1.gelas ukur                         
                2.shelve shaker
                3.tissue
                4.timbangan analitik
       3.2.2 Bahan
               1.Sample Sedimen
               2.Aquadest

3.3 Cara Kerja
3.3.1 Cara kerja 1
Sempel sedimen yang tellah di oven ditimbang seberat 100g , selanjutnya sempel tersebut akan disaring dengan mengunakan Sieve Shaker , setelah itu sempel diayak selama 15 menit. Hasil dari masing-masing tingkatan ditimbang kemudian menetukan tipe sedimennya.
3.3.2 Cara Kerja 2
Sampel yang digunakan 50g. Dengan gelas ukur ambil sebanyak 100 ml air. Selanjutnya sampel yang telah di timbang tadi dimasukan ke dalam gelas ukur  , kemudian sampeldi aduk kurang lebih 5 menit lalu diamkan selama 15 menit kemudin tentukan tipe sedimennya.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Prose pengovenan sedimen
Description: C:\Users\lenovoo\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\20170930_105613.jpg       Description: C:\Users\lenovoo\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\20170930_105548.jpg

Description: C:\Users\lenovoo\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\20170930_110630.jpg 

4.1.2 Proses penimbangan sedimen
Description: C:\Users\lenovoo\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\20171003_104746.jpg    Description: C:\Users\lenovoo\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\20171003_115908.jpg
Description: C:\Users\lenovoo\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\20171003_115310.jpg    Description: C:\Users\lenovoo\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\20171003_104848.jpg

4.1.3 Proses pembuatan sampel sedimen basah
Description: C:\Users\lenovoo\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\20171003_104848.jpg  Description: C:\Users\lenovoo\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\20171003_105901.jpg  Description: C:\Users\lenovoo\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\20171003_115925.jpg
  

4.1.3 Penimbangan sedimen kering untuk proses pengayakan
Description: C:\Users\lenovoo\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\IMG-20171003-WA0063.jpg   Description: C:\Users\lenovoo\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\20171003_115908.jpg
Description: C:\Users\lenovoo\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\IMG-20171003-WA0066.jpg    Description: C:\Users\lenovoo\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\IMG-20171003-WA0065.jpg
Description: C:\Users\lenovoo\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\20171003_115925.jpg


A.Metode basah
Dik: Tinggi otal sedimen: 14 ml
Tinggi pasir : 66 ml
Tinggi lumpur : 28 ml
Dit: a.fraksi pasir...?
b.fraksi lumpur...?
c.Tipe...?
Penyelesaian:
a.F.Pasir=Tinggi pasir/tinggi total sedimen.100%
              =66/142.100%
              =46,47%
b.F.Lumpur=Tinggi lumpur/Tinggi total sedimen.100%
                    =28/142.100%
                    =19,71%
c.Tipe sedimen pada kelompok 10 adalah Lempung liat berpasir
B.Metode kering
Dik: Berat total sedimen = 100 gr
Berat lumpur = 2,81 gr
Berat liat = 95,51gr
Berat pasir = 1,61 gr
Dit:a.Fraksi pasir...?
b.Fraksi lumpur...?
c.Fraksi liat...?
d.Tipe sedimen...?
Penyelesaian:
a.Fraksi pasir = Berat pasir/Berat total sedimen.100%
                       =1,61/100.100%
                       =1,61 %
b.Fraksi lumpur = Berat lumpur/berat total sedimen.100%
                           = 2,81/100.100%
                           =2,81 %
c.Fraksi liat = Berat liat/berat total sedimen.100%
                    = 95,51/100.100%
                    = 95,51 %
d.Tipe sedimen adalah Liat berpasir

4.2 Pembahasan
Sebelum melakukan praktikum dilaboratorium Ilmu kelautan dan perikanan  kami melakukan prakrikum di sungai bangkahulu untuk mengambil sedimen di beberapa titik sesuai dengan kelompok masing-masing.Seperti kelompok kami yaitu kelompok 10 mengambil sedimen di titik ke-10.Pipa penangkap sedimen ini dibiarkan selama 2 minggu lalu diambil dan dibawa kelaboratorium untuk dioven.Sedimen ini dioven selama 5 jam dengan suhu 1200 C.Setelah 5 jam kami melakukan praktikum lagi di laboratorium ilmu kelautan dan perikanan.Kami menyiapkan peralatan lalu melakukan praktikum diawali dengan menghancurkan sedimen untuk metode basah dan kering.Untuk metode basah kami menimbang sebanyak 50 gr sedimen menggunakan timbangan analitik untuk dilarutkan kedalam 100ml air sedangkan untuk metode kering kami menimbang sebanyak 100 gr sedimen untuk proses pengayakan.                                                                                                 Setelah menimbang 50 gr untuk metode basah selanjutnya dimasukkan kedalam gelas ukur,dicampurkan dengan 100ml air lalu diaduk selama 5 menit.Setelah itu didiamkan selama 15 menit dan kemudian diamati untuk menentukan tipe sedimennya.Total tinggi pada metode basah adalah 142 ml,tinggi pasir 66 ml dan untuk tinggi lumpur adalah 28 ml.Untuk fraksi pasir 46,47 %,Fraksi lumpur 19,71% dan tipe sedimennya adalah lempung liat berpasir.Kami sebut lempung liat berpasir karena pada gelas ukur yang didiamkan selama 15 menit selain pasir dan liat ada butiran yang berukuran agak besar mampu mengapung dibagian paling atas.   Untuk proses pengayakan sendiri adalah diawali dengan penimbangan sebanyak 100 gr sedimen kering yang telah dihancurkan lalu dimasukkan kedalam sieve shaker untuk proses pengayakan dan dimulailah pengayakan selama 15 menit.Kemudian kami menghitung hasil dari ayakan.Untuk tanah liat kami dapatkan 95,51 gr,berat lumpur 2,81% dan untuk berat pasir didapat 1,61 gr.Untuk fraksi liat adalah 95,51 %,fraksi pasir adalah 1,61 % dan fraksi lumpur adalah 2,81 %,sedangkan untuk tipe sedimen sendiri adalah liat berpasir.Kenapa berbeda dengan metode basah??? Karena pada pengayakan tidak tampak materi mengapung,yang terayak adalah sesuai ukuran bukan berat maupun massa jenis sedimen.
Pengaruh gaya pasang surut mempengaruhi peristiwa abrasi dan sedimentasi. Wilayah pantai yang mengalami peristiwa pasang surut harian ganda atau pasut surut tipe campuran condong ke ganda memiliki pengaruh yang berbeda dengan wilayah pantai yang hanya mengalami pasang surut harian tunggal, dimana wilayah yang memiliki pasang surut tipe harian ganda dan campuran condong ke ganda mengalami proses transportasi sedimen yang lebih dinamis jika dibandingkan dengan pasang surut harian tunggal.
Selain tipe pasang surut, perbedaan lama waktu antara pasang dan surut juga mempengaruhi peristiwa abrasi sedimentasi. Kawasan pantai yang mengalami proses pasang yang cenderung lebih lama dari waktu surut, akan berakibat memberikan peluang waktu yang lebih banyak bagi gelombang untuk mengabrasi wilayah daratan 

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dalam pelaksanaan praktikum dilaksanakan di sungai kualo diketahui dalam metode kering tipe sedimennya adalah liat berpasir sedangkan pada metode basah adalah lempung liat berpasir.
            Untuk jenis-jenis sedimen sendiri ada liat,pasir,lempung,liat berlumpur,Liat berpasir,Pasir berlempung,Lempung liat,lempung berlumpur,dan lempung liat berpasir
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum Analisis tekstur sedimen ini ditambah shelve shaker, agar dalam praktikum tidak saling menunggu dan praktikum dapat berjalan dengan lancer Dan untuk asisten dosen agar diharapkan untuk lebih sabar dan teliti dalam mendampingi praktikan saat melaksanakan praktikum untuk mengurangi kesalahan dan kecelakaan yang terjadi saat di laboratorium.













DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB, Bogor
Firmansyah, M. A. 2003. Resiliensi tanah terdegradasi. Makalah pengantar falsapah sains. IPB
Handayani, S. 2002. Kajian struktur tanah lapis olah: I. pengaruh pembasahan dan pelarutan selektif terhadap agihan ukuran agregat dan dispersitas agregat. Agrosains 16 :10-17.
Hardiyatmo ,H. C. 1992. Mekanika Tanah I. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Kennet,1992. Kajian struktur tanah lapis olah: I. pengaruh pembasahan dan pelarutan selektif terhadap agihan ukuran agregat dan dispersitas agregat. Agrosains 16 :10-17.
Pettijohn, FJ. 1948. A preface to the classification of sedimentary rocks. Jour. Geol. 56:112-118.
Suharta, N. dan B.H. Prasetyo. 2008. Susunanmineral dan sifat fisiko-kimia tanah bervegetasi hutan dari batuan sedimen masam di Provinsi Riau. Jurnal Tanah dan Iklim 28: 1−14.